Mahasiswa Alih Jalur Kesling

Mahasiswa  Alih Jalur Kesling
Mahasiswa Alih Jalur Kesehatan Lingkungan Angkatan 2010/2011

25 Oktober 2010

Penyakit TBC

A.       PENGERTIAN PENYAKIT TB PARU :

1.        Penyakit TB Paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. (www.google.com)

2.        Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. TBC terutama menyerang paru-paru sebagai tempat infeksi primer. Selain itu, TBC dapat juga menyerang kulit, kelenjar limfe, tulang, dan selaput otak. TBC menular melalui droplet infeksius yang terinhalasi oleh orang sehat. Pada sedikit kasus, TBC juga ditularkan melalui susu. Pada keadaan yang terakhir ini, bakteri yang berperan adalah Mycobacterium bovis. (www.google.com).

3.        Tuberculosis bukanlah penyakit keturunan atau kutukan dan dapat disembuhkan dengan pengobatan teratur, dengan Pengawas Minum Obat (PMO). (www.medicastore.com),

4.        Tuberkulosis  adalah penyakit menular  langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).

B.       KUMAN PENYEBAB TB PARU :

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan (Basil Tahan Asam). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman selama beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orang yang berada disekitarnya, terutama yang kontak erat.

Ciri – ciri kuman ini adalah :

1.    Berbentuk batang tipis / agak bengkok

2.    Ukuran 0,5 – 4 µ x 0,3 – 0,6 µ

3.    Mempunyai granular atau tidak bergranular

4.    Tunggal, berpasangan atau berkelompok

5.    Tidak berspora

6.    Tidak mempunyai selubung tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat)

7.    Dapat bertahan terhadap penghilangan warna dengan asam dan alcohol (basil tahan asam = BTA +) (Depkes RI, 2007)

C.       MANIFESTASI KLINIS TB PARU

Penderita TBC akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,  berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.  Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia  saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. (Depkes RI, 2007).

D.      CARA PENULARAN TB PARU

Cara penularan penyakit TB Paru :

1.    Penyakit TB Paru biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat penderita TB Paru batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TB Paru dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TB Paru dapat menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering terkena yaitu paru-paru.

2.    Dapat dikatakan bahwa pada saat batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman TB Paru ke udara dalam bentuk droplet          ( percikan dahak ). Droplet yang mengandung kuman TB Paru dapat bertahan hidup di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan.

3.    Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman TB Paru yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negative (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB Paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. (Depkes RI, 2007).

E.       PENEMUAN PENDERITA TB PARU

Penemuan penderita TB Paru dilakukan secara pasif artinya penjaringan tertangkap penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pen derita sedini mungkin (Depkes RI, 2007) mengingat Tuberculosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Semua tersangka harus diperiksa 3 spesimen dalam waktu 2 hari berturut – turut yaitu Sewaktu-Pagi-Sewaktu ( SPS ). Diagnosis TB  Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan diketemukannya BTA (Basil Tahan Asam) pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga specimen SPS BTA hasilnya positif

S (Sewaktu)  : Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB Paru dating berkunjung pertama kali pada saat pulang, suspek membawa sebuah tempat dahak untuk mengumpulkan dahak kedua.

P (Pagi)         : Dahak dikumpulkan di rumah pada hari kedua, segera setelah bangun tidur. Tempat dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK (Unit Pelayanan Kesehatan).

S (Sewaktu)  : Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. (Depkes RI, 2007).

        Bila hanya ada 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang.

1.        Kalau hasil rontgen mendukung TB Paru, maka penderita di diagnosis sebagai penderita TB Paru BTA Positif.

2.        Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB Paru, maka pemeriksaan dahak SPS di ulangi.

Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain misalnya biakan. Bila ketiga specimen dahak hasilnya negative, diberikan antibiotic spectrum luas (misalnya Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB Paru ulangi pemeriksaan dahak SPS.

1.        Kalau hasil SPS positif, di diagnosis sebagai penderita TB Paru BTA positif.

2.        Kalau hasil SPS tetap negative, dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk mendukung diagnosis TB Paru.

a.    Bila hsil rontgent mendukung TB Paru di diagnosis  sebagai penderita TB Paru BTA negative rontgen positif.

b.    Bila hasil rontgen tidak mendukung TB Paru, penderita tersebut bukan TB Paru (Ditjen PPM dan PLP Depkes RI 2002)

F.      KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PENDERITA

Menurut Buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2007 mrenyebutkan bahwa penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita TB memerlukan “definisi kasus” yang memberikan batasan baku dari setiap klasifikasi dan tipe penderita.

Ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi kasus-yaitu

1.   Organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru

2.   Hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung : BTA positif atau BTA negative

3.   Riwayat pengobatan sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati

4.   Tingkat keparahan penyakit : penyakit ringan atau berat.

1)        KLASIFIKASI PENYAKIT TB PARU

a.          Tuberculosis Paru

§            Tuberculosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru).

Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2   yaitu :

1.    Tuberkulosis Paru BTA positif

Sekurang – kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran TB aktif (Depkes RI, 2007)

2.    Tuberkulosis Paru BTA negative

Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran TB aktif.

TB Paru BTA (-) rontgen positif di bagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Batuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “ far advanced” atau “milier”) dan / atau keadaan umum penderita batuk (Depkes RI, 2007).

b.         Tuberculosis Ekstra Paru

§            Tuberculosis ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ tubuh selain jaringan paru,, misalnya pleura (selaput paru), selaput otak, selaput jantung, kelejar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain.

Berdasarkan tingkat keparahannya, TB Ekstra Paru dibagi menjadi 2 yaitu

1. Tuberkulosis Ekstra Paru Ringan

Misal : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

2. Tuberkulosis Ekstra Paru Berat

Misal : meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudatif dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin. (Depkes RI 2007).

2)        TIPE PENDERITA TB PARU

Menurut Buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2007, tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita,yaitu :

1. Kasus baru

Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).

2. Kambuh (relaps)

Adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapatkan terapi TB dan etlah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

3. Pindahan (transfer in)

Adalah penderita TB yang sedang mendapatkan pengobatan disuatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita tersebut harus membawa surat rujukan/pindahan (FORM TB 09).

4. Kasus berobat setelah lalai (pengobatan setelah default/drop-out)

Adalah penderita TB yang kembali berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif setelah putus berobat 2 bulan atau lebih.

5. Gagal

·           Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 atau lebih.

·            Adalah penderita BTA negative, rontgen positif yang menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.

6. Lain-lain

Semua penderita lain yang tidak memenuhi persyaratan tersebut diatas. Termasuk dalam kelompok ini adalah kasus kronik (adalah penderita yang masih BTA positif setelah menyelesaikan pengobatan ulang dengan kategori 2).

G.      PENCEGAHAN PENYAKIT TB PARU

Yang harus dilakukan agar penderita tidak menularkan penyakit ke orang lain sebagai berikut:

1.   Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin dengan sapun tangan atau tisu.

2.   Tidur terpisah dari keluarga terutama pada 2 minggu pertama pengobatan.

3.   Tidak meludah di sembarang tempat, tetapi di wadah yang beri air sabun atau lysol atau karbol kemudian dibuang dalam lubang dan ditimbun dengan pasir.

4.   Tidur dan istirahat yang cukup.

5.   Tidak merokok dan minum minuman beralkohol.

6.   Olahraga yang teratur.

7.   Meningkatkan daya tahan tubuh dengan gizi seimbang..

8.   Ventilasi rumah yang baik agar udara dan sinar matahari masuk dalam ruangan.

Yang harus dilakukan untuk pencegahan kepada keluarga

1.   Membuka jendela pada pagi hari agar rumah mendapat udara bersih,    cahaya matahari yang cukup sehingga kuman TBC yang tertinggal di  rumah mati.

2.   Menjemur alat – alat tidur setiap pagi secara teratur apalagi bila tempat tidur tersebut yang selalu digunakan oleh penderita TB Paru.

Yang harus dilakukan agar tidak tertular penyakit TB Paru:

1.   Menjalankan pola hidup sehat.

2.   Segera periksa bila timbul batuk lebih dari 3 minggu.

Menjalankan pola hidup sehat, sebagai berikut:

1.   Meningkatkan daya tahan tubuh antara lain dengan makan makanan bergizi.

2.   Tidur dan istirahat yang cukup.

3.   Tidak merokok dan tidak minum minuman yang   mengandung alkohol.

4.   Bayi agar diberi imunnisasi BCG.

5.   Membuka jendela dan mengusahakan sinar matahari masuk ke ruang tidur dan ruagan ruangan lain.

H.      PENGOBATAN TB PARU

Obat TB paru diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat peru kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Obat yang digunakan adalah kombinasi dari Rifampicin, Isoniazid, Pyrazinamid, Ethambutol, dan Streptomycin.Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly  Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

Pengobatan TB Paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan:

a.      Tahap intensif

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular tidak menjadi menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negative (konversi) pada akhir pengobatan.

Note : Pengawasan ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.

b.      Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

Note : Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. (Depkes RI, 2007)


Berhasil atau tidaknya usaha pemberantasan TBC tergantung pada :

1)        Keadaan sosio-ekonomi masyarakat

Makin buruk keadaan sosio-ekonomi masyarakat, sehingga makin jelek nilai gizi dan hygiene lingkungannya, yang akan menyebabkan rendahnya daya tahan tubuh mereka, sehingga memudahkan menjadi sakit seandainya mendapatkan penularan. Keadaan gizi yang jelek selain mempersulit penyembuhan juga memudahkan kambuhnya kembali TBC yang sudah reda. 

2)        Kesadaran berobat si penderita

a.     Pengobatan TBC memerlukan waktu yang lama (minimal 2 tahun secara teratur), sebab obat anti TBC baru bersifat tubercolustatica belum bersifat tuberculocida.

b.     Kadang – kadang walaupun penyakitnya agak berat si penderita tidak merasa sakit, sehingga tidak mencari pengobatan. Menurut hasil penyelidikan WHO 50% penderita tidak menunjukkan gejala apa – apa. Orang – orang ini akan lebih berbahaya sebagai sumber penularan karena bebas bercampur dengan masyarakat.

3)        Pengetahuan penderita, keluarga dan masyarakat pada umumnya tentang penyakit TBC

Makin rendahnya pengetahuan penderita tentang bahaya penderita TBC untuk dirinya, keluarga dan masyarakat disekitarnya, makin besar pulalah bahaya si penderita sebagai sumber penularan baik di rumah maupun di tempat pekerjaannya untuk keluarga dan orang – orang di sekitarnya. Sebaliknya pengetahuan yang baik tentang penyakit ini, akan menolong masyarakat dalam menghindarinya. (Ilmu Kesehatan Masyarakat,1993).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

TOLONG TINGGALKAN PESAN